Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML Atas

Kepemimpinan dan Pengambilan Keputusan


         

Kepemimpinan dapat diartikan sebagai kemapuan dan ketrampilan seseorang yang menduduki jabatan se­bagai pimpinan satuan kerja untuk mempengaruhi perilaku orang lain terutama bawahannya, untuk berpikir dan bertindak sedemikian rupa sehingga melalui perilaku yang positif ia memberikan sumbang­sih nyata dalam pencapaian tujuan organisasi.

Dari pengertian tersebut terlihat beberapa hal, yaitu:

  1. Bahwa yang menjadi dasar utama dalam efektifitas kepemimpin­an seseorang bukan pengangkatan atau penunjukannya selaku "kepala", akan tetapi penerimaan orang lain terhadap ke­pemimpinan yang bersangkutan berkat adanya kelebihan-kele­bihan tertentu yang dimilikinya, baik oleh karena pengalaman, pendidikan, prestasi kerja atau karena faktor-faktor genetik.
  2. Efektifitas kepemimpinan seseorang tercermin dari kemampuannya untuk bertumbuh dalam jabatannya seperti terlihat dari pe­ningkatan kemampuan atau ketrampilan yang memang dapat, dikembangkan, meskipun mungkin tidak sampai mencapai titik kulminasi kemampuan yang terpendam dalam dirinya.
  3. Efektifitas kepemimpinan itu menuntut adanya kemahiran untuk "membaca" situasi seperti yang berkaitan dengan iklim kerja di dalam organisasi yang sering menampakkan gejalanya dalam berbagai bentuk seperti abseentiisme yang tinggi, banyaknya pegawai yang minta berhenti (labor turnover), disiplin yang rendah, produktifitas yang tidak setinggi yang diharapkan, keluhan baik yang secara gamblang dinyatakan maupun yang disampaikan se­cara terselubung dan berbagai manifestasi ketidakpuasan lainnya.
  4. Bahwa perilaku seseorang tidak serta merta terbentuk begitu saja melainkan melalui proses pertumbuhan dan perkembangan yang dipengaruhi oleh antara lain faktor-faktor genetik, pendidikan dan pengalaman serta pengaruh lingkungan.
  5. Kehidupan organisasional yang dinamis dan serasi hanya dapat tercipta apabila setiap anggota organisasi mau untuk menyesuaikan cara berpikir dan cara bertindaknya dengan kepentingan bersama dan justru tidak melakukan hal-hal yang dapat diinter­pretasikan sebagai perilaku yang egoistis.

Bertitik tolak dari ide-ide pokok tersebutlah seorang pimpinan melakukan kegiatan-kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya dalam mengemudikan jalannya organisasi sesuai dengan arah yang telah ditetapkan. Arah yang ditetapkan itu dapat mengambil berbagai bentuk seperti berbagai peraturan perundangan dalam organisasi pemerintahan, akte notaris pembentukan bagi organisasi swasta, kebijaksanaan-kebijaksanaan pejabat atau pimpinan yang lebih tinggi, dan sebagainya. Dalam garis-pembatas arah kebijaksanaan itu pula­lah seorang pimpinan mengambil berbagai macam keputusan se­demikian rupa sehingga jalannya roda organisasi menjadi lebih lancar serta sekaligus mampu menghadapi berbagai tantangan dan meme­cahkan berbagai masalah.

 

Proses Pengambilan Keputusan

            Jika proses pengambilan keputusan digambarkan secara sederhana dalam bagan, akan ter­gambarlah sebagai berikut:

Gambar Proses Pengambilan Keputusan


  1. Dalam proses pengambilan keputusan, persepsi seseorang tentang situasi lingkungan amat penting dibarengi oleh kecekatan un­tuk mengamati dan menjadi peka terhadap situasi yang mungkin menjadi penyebab timbulnya masalah. Kecekatan pengamatan dan kepekaan yang tajam amat diperlu­kan dalam mengenali situasi lingkungan terutama untuk meng­hindari pendadakan-pendadakan dalam menghadapi permasalahan yang apabila terjadi akan mengakibatkan pemecahan yang lebih sulit. Bahkan dengan pengamatan dan kepekaan yang tajam mencegah timbulnya masalah pun menjadi lebih mudah. Ternyata pameo dalam dunia kedokteran yang mengatakan bahwa pencegahan lebih baik dari penyembuhan berlaku pula bagi kehidupan organisasi yang sehat.
  2. Melakukan diagnosa. Setiap pimpinan, apa pun tingkatannya dalam hirarkhi yang terdapat dalam organisasi, perlu selalu berusaha untuk memahami apa sesungguhnya yang sedang terjadi dalam situasi problematik tertentu. Memahami dengan sesungguhnya berarti bahwa seorang pimpinan tidak boleh puas hanya dengan mengenali gejala-gejala yang segera nampak dalam tubuh organisasi. Jika pemahamannya terbatas kepada pengenalan gejala itu saja, maka "terapi" yang dilakukannya pun hanya akan "mengobati" gejala itu saja sedangkan penyebab "penyakit" yang sebenarnya mungkin tidak diketemukan. Jika hal ini yang terjadi, bisa saja gejala yang telah di­identifikasikan dan ditangani menghilang untuk sementara waktu un­tuk kemudian pasti timbul lagi, mungkin dalam proporsi yang lebih nyata daripada sebelumnya. Dalam bahasa populer pendekatan yang demikian ini sering dikenal dengan pendekatan "tambal sulam". Sebaliknya, kemampuan melakukan diagnosa secara tepat akan ber­akibat diketemukannya "penyakit" yang sesungguhnya dan sekali di'''obati" diharapkan tidak timbul lagi.
  3. Mendefinisikan masalah yang dihadapi untuk dipecahkan. Ada pameo yang berkata bahwa sesuatu masalah yang telah didefinisikan dengan baik sesungguhnya sudah separuh terpecahkan. Tepatnya pameo ini berarti bahwa apabila diterapkan dalam proses pengambilan keputusan, mengetahui sebab musabab timbulnya masalah, dampak negatifnya apabila tidak dipecahkan dengan baik serta bagian-bagian organisasi mana yang akan terkena, akan me­rupakan bagian-bagian penting daripada definisi yang dibuat. Dengan perkataan lain, perumusan definisi sesuatu masalah harus di­kaitkan dengan tujuan organisasi dan tujuan orang-orang yang men­jadi anggota organisasi yang bersangkutan. Dalam hubungan ini amat relevan untuk menekankan bahwa adalah mutlak perlu untuk me­yakini benar bahwa yang didefinisikan itu benar-benar masalah, bukan sekedar gejala yang sepintas lalu mungkin tampak sebagai masalah.
  4. Menentukan alternatif daripada metoda dan cara peme­cahan. Jika ada pepatah yang mengatakan bahwa "banyak jalan menuju ke Roma", jiwa pepatah tersebut ternyata berlaku pula dalam dunia administrasi dan manajemen. Dikatakan berlaku oleh karena pengalaman menunjukkan bahwa usaha memecahkan se­suatu permasalahan yang dihadapi selalu membuktikan bahwa sukar atau bahkan tidak mungkin menemukan situasi di mana hanya ada satu pemecahan terhadap masalah itu. Bahkan ada yang secara amat sederhana mengatakan bahwa untuk menemukan jumlah dua pun terdapat beberapa cara, misalnya dengan menambahkan satu dengan satu, mengkalikan satu dengan dua, dengan mengurangi satu dari tiga, dan seterusnya.

Oleh karena itu setiap pimpinan kiranya perlu menyadari benar bahwa setelah sesuatu masalah didefinisikan dengan baik, maka usaha-usaha serius harus segera dilakukan untuk mencari dan menemukan berbagai alternatif yang kiranya mungkin ditempuh un­tuk memecahkan permasalahan yang dihadapi itu. Situasi yang ideal ialah apabila pencaharian dan penemuan alternatif itu dilakukan se­cara exhaustive. Artinya seorang pimpinan, yang biasanya dibantu oleh stafnya untuk mencari dan menemukan berbagai alternatif di­maksud, tidak boleh mudah puas terhadap penyodoran beberapa alternatif oleh bawahan. Norma yang mungkin baik di pegang dalam hubungan ini ialah bahwa dalam pemecahan masalah "garis lurus tidak selalu merupakan garis yang paling pendek". Atau dengan perkataan lain, perlu dicegah kebiasaan untuk menempuh jalan pin­tas dalam pemecahan masalah.

Akan tetapi sebaliknya perlu diperhatikan pula agar supaya masalah jangan dibuat lebih rumit daripada sebenarnya. Kecenderungan untuk membuat masalah tampak lebih rumit daripada yang sebenarnya sama efeknya terhadap proses pengambilan ke­putusan dengan membuat masalah yang sesungguhnya rumit tampak menjadi sangat sederhana. Dan kembali lagi, di sinilah pentingnya kemampuan diagnostik daripada seorang pimpinan.

Apabila berbagai alternatif pemecahan telah diketemukan, langkah berikutnya adalah melakukan analisa yang mendalam terhadap setiap alternatif. Dapat dipastikan bahwa dengan analisa yang mendalam itu akan diketemukan "kebaikan-kebaikan" dan "keburukan-keburukan" setiap alternatif. Tidak ada alternatif yang demikian sempurnanya sehingga tidak ada "keburukannya", dan se­baliknya tidak ada alternatif yang demikian lemahnya sehingga tidak terdapat "kekuatan" di dalamnya. Sudah jelas bahwa alternatif yang paling banyak "kebaikan"nya ketimbang "keburukan"nya yang dipilih untuk dipergunakan dalam memecahkan masalah yang dihadapi. Dengan analisis yang paling mendalam sekali pun, pemilihan sesuatu alternatif untuk diterapkan tetap tidak bebas risiko. Justru untuk memperkecil risiko ketidak­berhasilanlah amat diperlukan analisa yang benar-benar matang.

  1. Pelaksanaan alternatif terpilih. Berdasarkan analisis yang mendalam - yang pada gilirannya berubah wujud menjadi ke­yakinan ketepatan pilihan - penerapan alternatif terpilih haruslah dalam operasionalisasi yang mantap, lagi pula efektif.

Perlu disadari bahwa kriteria terakhir yang menentukan berhasil tidaknya pilihan terhadap berbagai alternatif itu adalah terpecah­kannya masalah yang dihadapi yang akibat positifnya adalah terbukanya jalan yang lebih lurus untuk mencapai tujuan yang telah di­tentukan sebelumnya. Hal ini pulalah yang memberikan gambaran yang tepat mengenai efektifitas kepemimpinan seseorang.

 


Posting Komentar untuk "Kepemimpinan dan Pengambilan Keputusan"